Badai Mencipta Badai –
Catatan Gn. Sindoro-Sumbing

4 Februari 2019

Hari ini adalah hari yang sama dengan hari ketika saya dan Lepak melakukan summit attack gn. Merbabu. Setelah summit dan turun, kami langsung menuju kota jogja untuk mengembalikan peralatan yang tempo hari kami sewa, lalu menuju ke agen travel rama sakti untuk segera memulai perjalanan sindoro-sumbing. Seperti yang telah saya tulis di catatan gn. Merbabu, ada tiga hal yang belum tuntas menurut catatan di kepala: menjemput Ubong di Stasiun Lempuyangan, mengembalikan motor sewaan, dan kembali menuju Rama Sakti. Jadi begini ceritanya:

16.59

Setelah sampai di Agen travel rama sakti, hal yang langsung dilakukan adalah mencetak tiket di counter dan memastikan nomor tempat duduk. Rampung memastikan kursi yang nanti akan kami tempati, saya segera menuju ke stasiun lempuyangan untuk menjemput ubong berbekal charger hp di saku, siap sedia karena memang hp sudah sekarat. Rencana awalnya begini: berangkat dari rama sakti yang jaraknya ngga seberapa ke stasiun lempuyangan, bertemu ubong, jemput dan antar ke agen travel rama sakti, kembali ke stasiun lempuyangan untuk mengembalikan motor sewaan, naik ojek online kembali ke travel rama sakti. Dengan rencana seperti itu motor sewaan ini akan purna tugasnya, optimal dan efisien secara biaya. Namun tak seluruh jogja seindah jalan malioboro..

Ancen jancuk! Jalane muacett tenann..

17.22

Saya baru sampai di stasiun lempuyangan setelah berjibaku dengan kemacetan di seputaran rel kereta. Sepertinya memang seperti itu suasana sekitar sini tiap sorenya. Kemacetan jalan menghantam kedua kali nya, setelah barusaja menghantam sisa waktu yang ada, kali ini yang jadi korban adalah hp, benar-benar sekarat, nol persen tersisa. Mengetahui kondisi hp yang mati total, saya segera menuju ke pintu keluar stasiun, ini karena pesan terkahir yang saya kirim ke Ubong adalah “di pintu keluar” (17.12). Namun setelah ditunggui beberapa lama, Ubong tak juga terlihat. Dengan kondisi seperti ini (hp mati, menunggu orang, di tengah keramaian) saya segera menuju ke charging station dan mencolokkan charger yang sedari tadi sudah disiapkan. Begitu hp menyala, segera kuhubungi Ubong kembali, dan dengan sederet komunikasi yang rumit akhirnya kami berjumpa di dekat atm center. Tanpa bercerita banyak kami menuju ke motor yang sedang di parkir di jalan depan stasiun. Jalanan ini masih seperti tadi, sangat ramai untuk putar balik beberapa meter saja ke tempat persewaan motor (lokasi persewaan motor di depan stasiun lempuyangan juga). Pak Jukir, dengan segala kebijaksanaannya, berkata “ngembalikan motornya ditinggal di sini saja, nanti tinggal bilang (ke tempat persewaannya).” Mendengar itu kami langsung menuju tempat persewaan motor anisa dengan berlari. Karena panik, kuncinya ketinggalan di jok, jancuk. Balik, dan balik lagi. Sampai di sewa motor anisa, bapak pemberi sewa, dengan segala ketidakbijaksanaannya, berkata “ngga bisa mas, motornya dikesinikan saja, ngga apa-apa ngelawan arus.” Akhirnya kami balik, dan balik lagi bersama motor. Menyerahkan motor dan mengambil kartu identitas yang sebelumnya dijaminkan. Sudah 17.35 dan kami masih harus menuju ke rama sakti.

17.47

Tiga belas menit menuju 18.00, waktu keberangkatan travel yang kami pesan, akhirnya kami meluncur alias “otw banter” dengan menggunakan ojek pangkalan setempat. Sebelumnya memang kami sudah membuka aplikasi ojek online, tapi dengan kondisi seperti ini tentu saja ojek pangkalan akan lebih bisa diandalkan. 20k per orang tentunya sangat worth untuk sebuah tumpangan sejauh kurang lebih 4km. Memang benar sangat setimpal, delapan menit kemudian (17.55) kami telah sampai di agen travel rama sakti, meskipun dengan terengah-engah.

18.00

Mobil travel melaju dari Jl. Diponegoro Jogja menuju ke Parakan, Temanggung. Perjalanannya tidak begitu lama dan terasa nyaman, belum lagi ditambah dengan indahnya suasana malam Jogja dan Magelang yang dilewati. Sekitar jam 21.00 kami sampai di Parakan, di RM Larizzpoll sang supir berhenti untuk makan. Penumpang yang tersisa tinggal kami bertiga dan satu orang ibu yang perjalanannya tidak jauh lagi. Kami turun dan ikut memesan nasi, mengisi energi yang sudah terkuras sedari tadi. Makan usai, bayar, kembali ke mobil bersama pak supir. Melanjutkan trayek sampai penumpang Ibu tiba di tujuan. Karena penumpang yang tersisa tinggal kami bertiga, kami ditawari tumpangan sampai ke basecamp Kledung Gn. Sindoro dengan membayar tambah 10k per orang. Tentu saja tawaran ini kami terima, karena menurut rencana, jarak yang ditempuh masih lumayan jauh dan pasti tetap ada biaya yang perlu dibayar, bahkan mungkin lebih mahal pada malam hari seperti ini. Sekitar setengah sampai satu jam kami telah sampai di basecamp, langsung menuju bangunan utama untuk menaruh barang. Bebenah sebentar, lalu saya dan Ubong keluar mencari minimarket untuk membeli beberapa kebutuhan, kami berjalan menyusuri jalan raya ke arah timur. Ada Indomaret yang baru saja tutup di sebelah kiri, kami lanjut lagi. Setelah berjalan cukup jauh, akhirnya kami menemukan semacam toko oleh-oleh yang juga menjual produk kelontong. Ubong membeli baterai untuk senter, sedang saya kalau tidak salah membeli beberapa makanan. Setelah merasa cukup kami kembali ke basecamp untuk segera istirahat.

5 Februari 2019

Setelah merasa cukup beristirahat, tubuh ini tanpa diperintah bangun dengan sendirinya. Entah pukul berapa yang jelas tidak terlalu pagi maupun terlalu siang. Mengecek hp seperti biasanya untuk melanjutkan koordinasi dengan rombongan siswa mabim yang masih dalam perjalanan.

05.34 “ada kejadian ten, bisnya nabrak warung warga”

05.34 “kaca depan pecah semua”

05.34 “gada korban, warungnya juga, gentengnya aja yg rusak”

05.34 “kayanya bakal molor sampe sana”

Itulah pesan yang saya baca saat pertama kali mengecek hp. Telat berangkat, 20.30 masih di Bekasi, dan yang terakhir bis menabrak warung warga. Seharusnya tidak akan ada hal yang membikin lebih geleng-geleng kepala lagi.

09.30

Setelah mengetahui info itu, bahwa rombongan Bintaro akan terlambat sampai di basecamp, kami memutuskan untuk membeli sarapan sekaligus memesankan sarapan untuk rombongan yang akan tiba nanti. Duduk lesehan di warung basecamp yang paling dekat dengan jalan raya, memesan nasi goreng dan duduk menunggu sambil mengobrol dengan teman kelas sma yang tidak sengaja bisa bertemu.

12.00

Sekitar pukul 12.00 rombongan Bintaro sampai di basecamp, sarapan dan istirahat sejenak. Merekonsiliasi cerita yang terputus dari info terakhir, diketahui bahwa bis (yang kaca depannya sudah tidak ada itu) mogok lagi di jarak 10km sebelum titik kumpul, akhirnya mereka melanjutkan perjalanan dengan pickup yang sedang bertugas mengangkut sayur-mayur. Dapat cukup terbayang bagaimana mereka menaiki bis yang tidak ada kaca depannya lalu harus menebeng mobil pick up berisi sayuran… pastinya sangat seru, belum lagi diberi oleh-oleh  sekarung paprika, menambah lengkap catatan cerita mereka.

Setelah cukup beristirahat dan berbenah, Bedul (siswa, ketua perjalanan) mulai mengurusi administrasi simaksi dan tim mulai melakukan pengecekan barang bawaan. Pihak basecamp Sindoro mengecek satu per satu barang bawaan kami, dan memberi kesimpulan bahwa kami harus menyewa sleeping bag tiap orangnya. Setelah selesai dengan urusan pengecekan barang bawaan, pihak basecamp memberi arahan dan pembekalan yang diakhiri doa sebelum pendakian.

13.57

Setelah melakukan foto bersama, kami memulai pendakian dengan menggunakan ojek gunung. Hal ini dilakukan untuk menghemat waktu yang telah terbuang sebelumnya. Tracknya jahanam, bangsat! Estimasi 15 menit ditempuh dalam waktu 9 menit di track yang begitu. Namun sepadan untuk menghemat waktu 1,5 jam. Sekarang perjalanan bisa langsung dimulai dari pos 1,5 (Pos Ojek).

14.14

Kami mulai mendaki. Jalur awal pendakian bisa dibilang cukup landai dengan track tanah, jalan setapak yang tidak jarang terhalangi batang pohon yang sengaja ditebang atau memang tumbang. Sesekali kami perlu jalan menunduk atau melompati batang kayu untuk bisa terus berjalan. Terkadang perlu lebih menunduk lagi, hampir seperti merangkak, karena kerir yang dibawa masih menyangkut di batang pohon yang tumbang itu. Kanan dan kiri terisi dengan pepohonan dan semak serta beberapa kali batu. Terhitung kami melakukan dua kali rest sebelum sampai di Pos 2.

14.46

Sampai di Pos 2. Kami beristirahat selama empat menit lalu melanjutkan perjalanan dengan melewati track yang berbatu. Berjalan selama satu setengah jam dengan beberapa kali istirahat sebelum akhirnya kami sampai di Pos 3 (16.20). Bertemu rombongan pendaki lain yang juga sedang beristirahat di warung karena cuaca memang sedikit gerimis. Mencicipi beberapa potong mendoan sembari beristirahat dan menunggu gerimis mereda.

16.54

Rombongan melanjutkan perjalanan sekitar sepuluh menit sebelum tiba di Sunrise Camp pada pukul 17.06. Gerimis yang tadi rupanya tidak sepenuhnya mereda. Malah berubah jadi hujan ketika tim hendak akan memasang tenda. Sebetulnya bisa dibilang cukup lambat untuk menunggu lebih dari 15 menit sebelum memasang tenda setelah sampai di area camp. Dalam kondisi seperti ini tentunya yang harus dilakukan pertama kali adalah menggunakan ponco, lalu memasang flysheet untuk menaruh barang-barang bawaan sementara. Hal ini tentu karena flysheet lebih mudah untuk didirikan dan dapat menampung lebih banyak barang dengan lebih praktis. Memasang tenda di bawah guyuran hujan memang bukanlah opsi yang terbaik, ditambah kecepatan memasang tenda siswa kaleng tentunya acara ini akan memakan waktu yang cukup lama. Benar saja, hampir sekitar satu jam tenda baru dapat berdiri dan tersetting, dengan settingan yang paling baik menurut versi pemasang. Bukan yang opsi yang terbaik memang, tapi ajang experiental learning yang sangat baik.

18.30

Tenda telah tersetting dan para penghuni sudah masuk ke dalam tenda. Kondisi yang masih hujan membuat tidak banyak pergerakan yang dilakukan di luar tenda, terlebih karena waktu yang sudah mulai memasuki malam. Masak air dan perbekalan dilakukan di bawah flysheet tenda masing-masing. Begitu juga dengan sholat, dilakukan di dalam ataupun di teras tenda di bawah flysheet.

19.30

Kegiatan makan malam yang seadanya itu selesai dilakukan. Sisa waktu digunakan untuk berbenah pakaian, barang bawaan, dan tenda serta mengobrol dan bercerita sebelum tidur. Satu setengah jam dari catatan waktu selesai makan (21.05) kami mulai menyulam bulu mata.

6 Februari 2019

03.33

Saya bangun, dan segera menyiapkan diri untuk melakukan summit attack. Memasak air panas, mengganti pakaian, dan menyiapkan beberapa perbekalan adalah yang biasa saya lakukan.

04.40

Rombongan yang akan melakukan summit attack telah siap dan telah berkumpul seluruhnya. Berhitung dan berdoa sebelum perjalanan kembali dilakukan. Kondisi jalur awal summit attack cenderung lebih curam namun masih cukup rimbun dengan tetumbuhan, track didominasi dengan tanah dan batuan besar. Menurut catatan, kami melakukan satu kali rest pada 05.14 sebelum sampai di Pos 4.

06.12

Rombongan sampai di Pos 4 dan langsung melakukan istirahat. Istirahat kali ini diselingi dengan acara berfoto karena memang matahari sudah mulai membuat warna langit menjadi lebih indah. Setelah sepuluh menit beristirahat sambil berfoto, kami melanjutkan pendakian. Satu kali istrirahat kembali dilakukan pada pukul 06.53 sebelum akhirnya pada pukul 07.33 rombongan tiba di puncak Gunung Sindoro.

08.25

Dua jam sudah tim berada di puncak Gunung Sindoro – berfoto dan menikmati suasana. Matahari yang sudah cukup tinggi menyingsing menandakan bahwa rombongan harus segera kembali ke camp. Perjalanan turun memang selalu lebih cepat, terhitung pada pukul 09.16 kami sudah berada di Pos 4 Watu Tatah dan pada pukul 10.40an kami sudah sampai kembali di Sunrise Camp.

10.40

Sesampainya di Sunrise Camp, makan siang rupanya telah selesai disiapkan. Cera dan Awi, yang tidak ikut melakukan summit attack, adalah dua orang yang telah segenap hati meyiapkan makan siang kali ini. Menurut catatanku, makan siang kali ini “sapu bersih”. Memang betul, tiga orang teakhir yang duduk menghabiskan makanan siang itu adalah Comot, Gamo, dan saya lalu tersisa Gamo dan saya, lalu saya yang sapu bersih waktu itu. Makanan yang dihidangkan tentunya telah disiapkan dengan sepenuh hati, makanya tidak boleh disia-siakan.

Setelah sesi makan siang selesai, seluruh anggota tim melakukan packing. Lama sekali untuk sekedar melakukan packing barang-barang dan camp. Hujan yang mengguyur di tengah prosesi packing seharusnya dapat memberi pelajaran untuk lebih cepat dalam melakukan packing di kemudian hari.

13.30

Tim memulai perjalanan turun.

16.33

Tim sampai di Pos Ojek dan melakukan istirahat. Membeli beberapa mendoan dan semangka untuk sekedar membayar lelah sesaat.

17.10

Perjalanan menuju basecamp dilanjutkan. Pada pukul 18.40an, akhirnya rombongan sampai.

Seluruh tim beristirahat sejenak di bangunan utama, membersihkan badan, sholat, dan membeli beberapa barang di warung. Setelah merasa cukup, tim segera melakukan moving ke basecamp Garung Gn. Sumbing agar bisa segera tidur dan melanjutkan pendakian esok hari. Kegiatan moving dilakukan dengan berjalan kaki. Hal ini karena jarak dari basecamp Kledung Gn. Sindoro tidak terlalu jauh dari basecamp Garung Gn. Sumbing. Di bawah ponco dan guyuran hujan, kami berduyun-duyun berjalan melintasi pinggiran jalan raya dan jalan menanjak menuju basecamp.

Setelah sampai, setiap anggota tim mengisi waktunya masing-masing, dengan mandi, makan, ataupun langsung beristirahat. Saya memilih untuk membeli indomie rebus di warung seberang basecamp. Indomie rebus panas di tengah cuaca yang dingin setelah hujan memang yang terbaik.

23.20

Tidur.

05.36

Saya bangun dan segera bersiap. Sholat shubuh dan menggosok gigi. Anggota tim lain tentu melakukan persiapannya masing-masing diakhiri dengan makan pagi. Pukul 08.19 waktu makan pagi selesai dilanjutkan dengan packing pada pukul 09.12. Beberapa anggota tim melakukan koordinasi dengan pihak basecamp terkait rencana pemasangan webbing di jalur engkol-engkolan sebagai sebuah kegiatan bakti sosial. Menurut arahan, pemasangan webbing dikonsentrasikan di samping jalur, daerah lereng yang belum terlalu rusak.

10.55

Satu per satu tim berangkat menuju titik start pendakian menggunakan ojek gunung. Ada yang unik dari ojek Gn. Sumbing yaitu pendaki yang menumpang diharuskan untuk duduk di depan, memang posisi ini menguntungkan karena jalur yang dilewati terjal. 10.59 giliran saya mencoba ojek Gunung Sumbing. Melewati perkebunan jalan di tengah perkebunan yang luas, ojek perlu sekali untuk mogok beberapa puluh meter sebelum titik pemberhentian. 11.12 saya sampai di titik start pendakian.

11.29

Kami memulai pendakian setelah urusan bayar membayar ojek selesai dilakukan bendahara perjalanan. Kondisi jalur pendakian awal Gunung Sumbing tidak jauh berbeda dengan yang tedapat pada Gunung Sindoro. Bedanya kali ini jalan setapak berukuran lebih sempit dan lebih rimbun. Tim berjalan terus hingga melewati Pos 2. Menuju Pos 3 track menanjak dengan kemiringan sekitar empat puluh lima derajat. Beberapa kali istirahat kecil dilakukan hingga pada pukul 12.27 kami beristirahat di bangunan warung yang menjajakan gorengan. Sepuluh menit kemudian kami melanjutkan langkah melewati engkol-engkolan. Sedikit di atas setelah melewati engkol-engkolan, tim membuat shelter flysheet untuk meletakkan barang-barang dan mulai melalukan pemasangan webbing. Sebagian anggota tim yang tidak bertugas di awal termasuk saya melanjutkan perjalanan ke atas untuk segera mendirikan tenda di camp. Setelah selesai mendirikan tenda, saya kembali turun ke bawah untuk mengecek dan membantu pemasangan webbing dengan membawa tas kecil berisi peralatan yang esensial. Pemasangan webbing berlangsung cukup lama, mungkin juga karena terganggu cuaca yang tidak stabil dan kadang gerimis ataupun kabut.

Langit sudah mulai gelap dan posisi tim berada cukup jauh dari camp. Hujan deras turun membuat gelap lebih cepat datang. Seluruh pemasang webbing bergerak ke atas beriringan. Tetot! Beberapa siswa tidak terlalu siap untuk urusan senter penerangan. Hujan semakin deras dan jalan semakin melambat juga karena ponco menghambat pergerakan kaki, sedikit demi sedikit mendekati camp. Setelah berjibaku dengan hujan dan dingin, akhirnya para pemasang webbing sampai di camp dengan basah dan lelah. Semua lelah, pasti. Namun camp belum dipersiapkan untuk kondisi hujan deras dan angin, flysheet masih harus dipasang di beberapa sisi. Saya lupa siapa saja yang menemani saya memasang dan membenarkan flysheet. Yang jelas flysheet dipasang di tengah hujan, angin, dan gelap.

Saya kira flysheet sudah terpasang dengan cukup, tapi tenda anggota perempuan melaporkan rembes yang harus segera ditangani. Saya keluar lagi untuk menutupi celah rembes di tengah hujan. Selesai dengan itu saya kembali ke tenda. Saya mendapati tenda yang saya tempati juga mengalami rembes karena flysheet yang berat karena air itu sudah menempel ke badan tenda, harus segera dibenahi. Ubong kalau tidak salah sedang mengalami kram kaki dan anggota yang lain sedang berganti pakaian, tidak ada lagi yang peduli mungkin. Lagipula semua lelah, dan hujan diluar sangat deras serta berangin. Saya yang telah melepas baju yang basah itu berfikir bahwa tidak ada lagi yang bisa diandalkan. Berbekal sehelai sempak dan ponco, saya keluar dengan bertelanjang dada, tanpa alas kaki. Suara hujan yang deras rupanya membuat tuli semua orang, saya yang berkali-kali berteriak meminta untuk diambilkan pasak tak segera mendapatkan respon. Mungkin semua orang tau bahwa diluar sangat dingin, apalagi dengan badan yang basah kuyup dan hembusan angin yang kencang. Namun yang tidak mereka tau, adalah saya yang sudah menggigil kedinginan dan sangat lelah. “Jancokkk! Pasak, jancokkk!” Teriakan kali ini seharusnya dapat terdengar, sudah kuteriakkan dengan sepenuh tenaga dan emosi. Membuahkan hasil rupanya, dengan tergopoh-gopoh Gamo datang tanpa alas kaki dan ponco membawakan pasak tambahan. Segera kusuruh dia kembali ke tendanya, karena untuk apa membantu tanpa ponco. Beberapa orang, saya lupa siapa, keluar membantu di akhir proses pembenahan. Setelah semua itu saya masuk ke bawah flysheet depan tenda dengan masih menggunakan ponco, membiarkan air yang membasahi badan mengalir hingga cukup kering. Tenda perempuan, yang posisinya di depan tendaku, memasakkan air hangat dan mie kalau tidak salah. Yang ada di dalam pikiran saat ini hanyalah segera mengeringkan badan, berganti pakaian, dan beristirahat. Setelah saya rasa cukup kering saya masuk ke dalam tenda untuk melepas sempak yang sudah basah, berganti ke pakaian kering.

Posisi tendaku di depan tenda perempuan, yang masih saja memasak atau sudah selesai memasak, saya lupa. “Liat sana, jangan liat sini, saya mau lepas celana.” pintaku ke Ubong dan Comot yang berada di dalam tenda. “Jangan disenterin.” saya berbicara ke Lepak yang saat ini di depan tenda dan sedang memegang senternya. “Goblok! Tak kaplok raimu, pak!” dengan penuh emosi saya membentak kencang saat Lepak beberapa kali menyenteri. Di depan sana tenda perempuan, dan saya hanya ingin mengganti baju setelah lelah membenahi kondisi tenda, ayolah, saya hanya ingin istirahat. Tidak ada dalam sejarahku untuk marah semarah itu, kondisi tubuh yang sudah sangat sangat lelah telah mencapai batasnya, tak bisa lagi untuk tetap sabar. Sungguh malam itu badai telah menciptakan badai. Setelah bentakan itu sepertinya tercipta hening beberapa saat, saya melanjutkan berganti pakaian menggunakan kaos milik Ubong. Setelah itu saya beristirahat.

7 Februari 2019

03.17

Saya bangun dan segera bersiap. Berganti pakaian dan menyalakan kompor untuk memasak air hangat. Seluruh anggota tim melakukan persiapannya masing-masing.

04.45

Kami memulai summit attack dengan berhitung dan berdoa. Berjalan menyusuri setapak di atas punggungan yang berbatu, jalanan yang tidak bisa dibilang luas. Pukul 05.30 kami melakukan rest untuk untuk bersembahyang di area yang cukup untuk tiga sampai empat orang, sebelum Pasar Watu. 06.26 kami sampai di Pos 4 Watu Kotak, melakukan rest beberapa saat. Perjalanan dilanjutkan sekitar satu jam hingga pada pukul 07.27 kami sampai di Puncak Gunung Sumbing. Saya ingat, dalam perjalanan summit attack itu saya berjalan paling depan mulai dari Pos 4 hingga area puncak, lebih depan lagi adalah Awi kalau tidak salah. Setelah sampai langsung menyalakan kompor dan memasak indomie goreng untuk sarapan. Setelah seluruh rombongan sampai, mulailah sesi dokumentasi. Siswa rupanya mengambil banyak foto.

08.35

Setelah berfoto bersama dan fajar sudah mulai tak terlihat lagi karena kabut, kami mulai berjalan turun. Melewati Watu Kotak, Pasar Watu, hingga sampai lagi di camp kami di Pos 3 Pasar Setan pada pukul 10.45. Sampai di camp, tim segera packing sambil beristirahat. Memasak makan siang dan makan siang di bangunan warung yang ada di Pos 3. Setelah itu segera bergegas turun kembali ke basecamp sambil memantau dan membenahi webbing yang telah dipasang.

15.36

Saya sampai di Pos 1, titik start pendakian, titik sebelumnya kami diturunkan dari ojek. 16.06 rombongan Gamo Comot sampai di Pos 1, 16.17 rombongan Sutup s.d. Ubong datang menyusul. Gorengan ditambah cabai ulek di warung Pos 1 terasa begitu nikmat, sudah habis makan lima menurut catatan pukul 16.17 tadi.

17.18

Seluruh rombongan start turun menggunakan ojek, kurang dari sepuluh menit sudah sampai di bangunan basecamp. Sesampainya di basecamp saya sendirian turun ke bawah untuk mencari atm. Yang ditemukan hanya atm BRI yang sedang dalam gangguan untuk transaksi antar bank. Akhirnya naik lagi tanpa membuahkan hasil.

20.30

Setelah kami cukup beristirahat dan berbenah, Bedul mengoordinasikan untuk segera naik ke mobil elf yang memang sudah dihubungi sebelumnya untuk melanjutkan perjalanan ke Kota Jogja. Perjalanan dengan elf dilakukan dengan tujuan akhir rumah Mas Mono. Setelah dua setelah jam akhirnya kami sampai dan langsung disambut dengan hangatnya obrolan dan cemilan. Tak lama kemudian Mas Ayip datang menambah panjang obrolan. Pukul 02.00 kami selesai bergelut dengan obrolan, Mas Ayip pulang, siswa mulai mengatur plan lalu tidur.

8 Februari 2019

06.30

Bangun, mandi, dan membuat energen. Sarapan dengan menu nasi kuning atau lontong sayur yang sudah dibelikan Mas Mono. Sembari saya dan Ubong mengobrol bersama Mas Mono, siswa mandi secara bergantian.

10.10

Kami beranjak dari rumah Mas Mono menuju ke rumah Mas Ayip, langsung disambut dengan makanan lagi ketika sampai. Mengobrol sedikit lalu meluncur ke Malioboro untuk berjalan santai menikmati suasana. Cukup satu mobil ojek online dan dua kali mas ayip mengantar jemput kami untuk membawa seluruh tim ke Malioboro. Acara jalan santai itu diakhiri dengan makan bersama pada pukul 14.00 di Gudeg Mbarek Alun-alun Utara yang tentu saja dibayar kontan Mas Ayip.

15.18

Seluruh tim meluncur ke Terminal Giwangan menggunakan mobil ojek online. Pukul 16.10 seluruh personel mulai memasuki bus dan sepuluh menit kemudian bus berangkat menuju Lebak Bulus.

20.00

Bus berhenti di daerah Karanganyar untuk beristirahat, sholat dan makan malam.

9 Februari 2019

05.10

Bus sampai di gerbang tol Lebak Bulus.

05.17

Rombongan melanjutkan perjalanan dengan menggunakan angkot yang dicarter menuju ke kampus STAN.

05.33

Seluruh rombongan sampai di gerbang STAN Bintaro.

Perjalanan selesai.