Sing Penting Slamet 3.188 –
Catatan Gn. Slamet

Pada H-7 pendakian aku baru cukup yakin untuk ikut rombongan. Setelah tidak ada lagi perasaan-perasaan yang mengganjal.

Tanggal 10 Januari 2025, pulang kerja tepat waktu aku langsung mempacking peralatan pribadi termasuk le minerale 1,5L dan silverqueen 2 batang yang sudah kubeli malam sebelumnya. Naik gojek ke stasiun lrt dukuh atas untuk menuju ke cawang lalu kembali melanjutkan dengan gojek menuju meetingpoint tigadewa di halim. Sampai sana sekitar pukul 8 malam, masih cukup untuk makan malam di warteg dan solat isya, karena rombongan baru akan berangkat pukul 9.

Saat aku sampai di masjid tiba-tiba seseorang menyapaku dan ternyata itu azar yang sedang leyeh-leyeh di selasar. Aku menitipkan barang lalu wudhu dan solat. Tak lama kemudian kawan-kawan rombonganku yang lainnya menyusul dan kami berbincang sesaat, mengisi waktu menunggu keberangkatan. Pukul 9 kurang sedikit kami kembali ke meetingpoint. Kata abang-abang panitia kami boleh berangkat duluan, karena kami mendaftar berdelapan, pas untuk kapasitas mobil elf.

Mobil kami berangkat duluan, hans faiz galang duduk di belakang, azar gede dan aku di kursi tengah, megsa salim di baris depan. Sepanjang perjalanan tak banyak yang bisa dilakukan selain mengobrol, main hp, mencoba tidur, atau menyicil revisian skripsi. Beberapa dari kami berhasil tidur sepanjang perjalanan, sisanya berhasil mencoba tidur. Pukul 1 mobil rest sejenak di KM207 Cirebon. Aku makan bakso solo khas restarea cirebon dan teh tawar hangat yang berhasil kuminum 2/5nya, sedangkan kawan-kawanku kebanyakan hanya membeli teh hangat. Selesai membayar makan, aku sadar lupa mengambil uang tunai untuk bekal selama mendaki nanti, jadi kuputuskan untuk ke atm dan mengambil 200rb meskipun agak ragu apakah akan cukup.

Pukul 2 perjalanan dilanjutkan, kali ini aku berhasil tidur. Sekitar pukul 4 mobil sampai di basecamp bambangan. Memindahkan kerir, solat shubuh, lalu kami lanjut tidur, infonya kumpul lagi pukul 8.30 jadi aku memasang alarm pukul 7.30. Alarm berbunyi, setelah setengah jam mengumpulkan nyawa aku bangun dan bergegas mandi. Faiz sudah lebih dulu bangun dan mandi karena baginya itu mandatory. Kami bersiap-siap sekitar 1,5 jam termasuk sarapan yang sudah include di paket opentrip. Sekitar pukul 10 briefing dimulai, point penting yang aku ingat: bayar 80rb buat ojek ke pos 1. Setelah briefing semua berfoto di gerbang pendakian lalu bergeser untuk menunggu giliran naik ojek.

Pukul 10.15 satu per satu kami menaiki ojek menuju pos 1. Dibanding ojek gunung sindoro, track ojek gunung slamet lebih ekstrim, celana hans dan galang yang robek jadi saksinya. Setelah kami berdelapan sampai di pos 1 dan rehat sejenak, pada pukul 10.45 kami memulai pendakian. Sejak 30 menit awal rombongan kami terbagi dua, megsa aku galang di depan, faiz azar hans salim dan gede di belakang. Perjalanan dari pos 1 ke pos 2 kami tempuh sekitar 1 jam. Setelah beristirahat sejenak, 11.50 kami melanjutkan perjalanan ke pos 3. Sepanjang jalan kadang turun gerimis dan ternyata payung memang lebih efektif untuk kondisi seperti ini. Pukul 13.15 kami bertiga sampai di pos 3 dan beristirahat cukup lama. Kami menyantap nasi bungkus yang kami bekal dari basecamp, beberapa mendoan, semangka, dan teh hangat sebelum melanjutkan pendakian. Sekitar 13.35 kami lanjut menuju pos 4 dan 5, dan sekitar pukul 15.00 kami sampai di camp, tepat sebelum hujan deras turun.

Sesampainya di camp kami beristirahat. Di pos 5 ini ada sumber air, jadi aku memutuskan untuk wudhu di sana lalu menjamak solat dzuhur dan ashar. Menggunakan sendal gunung yang solnya sudah tidak ngegrip lagi, aku berjalan menuju sumber air. Seperti yang sudah diprediksi, aku terperosot sekitar 5 meter, walhasil pantat celanaku yang tadinya bersih-sih jadi kotor semua. Sampai di sumber air yang ternyata sungai kecil, aku mencuci celanaku baru berwudhu. Aku naik ke camp dengan lebih hati-hati lalu solat di shelter. Setelah solat aku ikut beristirahat di tenda dan mencoba tidur (keputusan salah yang aku ulangi: tidur siang selama pendakian). Sekitar pukul 17.00, lima kawanku yang lain sampai di camp, faiz bergabung di tenda kami, sedangkan yang lain terpencar: hans di tenda rombongan lain, salim di tenda depan kami, sedangkan azar dan gede di tenda sebelahnya. Sudah jadi risiko ikut opentrip, jadi mau gimana lagi.

Setelah semua sampai dan berganti pakaian, kami bertujuh sempat nongkrong sejenak di warung simbok-simbok, ngobrol sembari makan mendoan dan pisang goreng yang sudah dingin. Sekitar pukul 18.00 abang-abang panitia mengantarkan makan malam faiz yang tanpa sambal itu, kami memutuskan untuk mengambil makan ke shelter dapur, dan akhirnya memutuskan makan malam di sana. Menu makan malam kali ini adalah soto, meskipun rasa kuahnya agak hambar tapi tak apa karena dilengkapi dengan telur rebus, selain soto kami juga diberi teh hangat.

Makan malam selesai, aku memutuskan untuk wudhu dengan air dari gentong di sebelah shelter dapur. Kawan-kawan yang lain akhirnya ikut wudhu dan kami menjamak maghrib isya berjamaah di shelter dapur, setelah itu kami bertujuh kembali ke tenda masing-masing, kecuali azar yang berkunjung ke tendaku. Kami berlima mengobrol, membicarakan topik klasik. Dari awal mata dan mulut orang-orang ini sangat kentara mengarah ke arahku, jadi ya kuceritakan saja, agak heran kenapa mereka sepenasaran itu wkwk. Sekitar pukul 9, karena sugesti perutku ikut mules, akhirnya aku azar dan faiz mencari tempat penggalian, meskipun akhirnya keputusan keenam dari faiz adalah kembali ke tenda. Tempat penggalian ditemukan, posisi ditentukan, metodologi disepakati. Setelah kami berdua sama-sama telah melapor selesai, barulah kami berbalik kanan dan kembali ke tenda.

Kami semua mulai bersiap-siap tidur. Di tendaku, galang menjadi yang paling nyenyak baru setelahnya megsa, faiz juga bisa tidur berkat matras balon barunya meskipun dengan terbangun beberapa kali, sedangkan aku tidak bisa tidur sampai sejam terakhir menuju summit attack.

Pukul 3 kami bangun, makan bubur kacang hijau ketan hitam roti tawar yang dibagikan oleh abang-abang panitia sambil bersiap-siap. Pukul 3.30 summit attack dimulai, diawali dengan briefing. Di awal summit attack nampaknya mesin diesel megsa tidak berfungsi seperti siang kemarin, baru setelah pos 7 mesinnya baru kembali normal. Kami sampai di pos 9 sekitar pukul 5.15, angin kencang menyambut kedatangan kami di lahan bongkah berangkal yang terbuka ini, aku dan salim solat shubuh sebelum berkumpul dengan yang lain. Kondisi jalur mulai dari pos 1 hingga pos 9 ini sangat homogen, track tanah dan akar, konsisten terus menanjak meskipun tidak terlalu curam. Pukul 5.30, abang-abang panitia menginfokan bahwa karena cuaca yang sangat berkabut maka kita akan menunggu di pos 9 sampai pukul 6.

Pukul 6 tiba, hujan kabut beserta angin tak kunjung reda, kami kembali menuju camp. Sejam turun, kami sampai di camp. Kami beristirahat di warung yang berbeda dengan warung mbok-mbok semalam, mencari gorengan yang lebih hangat. Kami menyantap mendoan, tahu, dan bakwan. Beberapa menyantap mie instan, termasuk azar yang mendapat hibah dari faiz. Menghitung-hitung uang tunai, ternyata 200rb tidak cukup untuk pp ojek beserta segala gorengan, walhasil kami menyudahi makan dan kembali ke tenda untuk beristirahat.

Sekitar pukul 9 kami mulai packing, dan pukul 10 kami mulai turun. Sekitar pukul 12, kami sampai di pos 1, istirahat sejenak lalu naik ojek kembali ke basecamp. Buang air, mandi, packing, dan makan, pukul 3.15 kami siap melanjutkan perjalanan, yang baru terealisasi pukul 3.45 karena abang driver sedang mengantar salim berburu atm. Pukul 6 kami sampai di restarea KM260B, makan lalu melanjutkan perjalanan pada pukul 7, pukul 11 malam kami sampai di meetingpoint halim. Masing-masing dari kami memesan gojek dan pulang satu per satu, aku galang azar dan gede naik gocar dulu ke kosan galang baru melanjutkan dengan goride. Aku sampai di kosan pukul 12 malam lalu segera bersiap untuk tidur.

Pendakian kali ini terasa begitu cepat: berangkat, mendaki, tidur di camp, summit attack, turun, pulang, tanpa ini itu. Opentrip membuat semua hal selain peralatan pribadi tidak perlu disiapkan, mengeliminasi keribetan namun sekaligus feel dari pendakian itu sendiri, setidaknya menurutku. Jika diberi kesempatan, aku ingin bisa merasakan feel pendakian di Argopuro nanti.