love is pain but pain is art, and art is beautiful.

akhir akhir ini kayaknya aku jadi engga begitu kreatif. bukan secara keseluruhanku sih, spesifik ngga kreatif dalam konteks ngga ada ide gambar sesuatu. di kepala emang engga ada aja gitu visualisasi apapun. padahal dulu pas jaman jaman sekolah, di kepala kayaknya berseliweran begitu aja visualisasi2 yang keren2.

sekarang kayaknya udah jarang banget, terakhir awal oktober tahun lalu, saat suasana hati sekali lagi membikin kacau pikiran.

momen itu bikin aku menyadari kalo visualisasi2 itu cuma muncul kalo hati lagi mendominasi, entah dengan perasaan bahagia atau, yang lebih sering, yaitu perasaan luka (yang seringnya ulah diri sendiri).

mengutip tulisan yg pernah aku tulis di catetan yang lain (yg juga kutulis pada awal oktober tahun lalu):

“Menulis dan menggambar, buat saya adalah suatu media terapi. Pertama kali setelah saya membaca tulisan di atas tadi, saya menyadari kalau menulis memang bisa menjadi sarana untuk lebih memahami diri sendiri. Sedangkan menggambar, buat saya pribadi mungkin bisa lebih dalam lagi, yaitu sebagai media untuk mencurahkan perasaan. Perasaan perasaan paling dalam, yang sulit untuk dituangkan menjadi tulisan, bisa tercurahkan melalui media gambar. Menggambar jadi begitu personal akhirnya.”

menggambar buatku adalah media terapi untuk mencurahkan perasaan yang sulit dituangkan dalam tulisan. sepertinya memang begitu.

sekali lagi aku menyadari hal ini saat aku menyusuri halaman profil dan arsip instagramku. banyak gambar yang bersumber dari curahan perasaan: akhir masa smp, masa masa sma, juga kuliah dan setelahnya.

sekarang visualisasi2 itu udah jarang sekali muncul di pikiran, bahkan untuk sekedar menyapa pun tidak.

apa ini tanda pikiranku yang semakin tidak bergejolak? karena hatiku yang tidak pernah lagi mengambil alih?

ah! sejujurnya aku rindu visualisasi2 itu muncul di kepalaku.

karena itu begitu indah.

/petojo selatan, kamis 2 maret 2023 01.37